Ongkara adalah simbol suci dalam agama Hindu, di dalam Upanisad ongkara atau omkara disebut Niyasa
artinya alat bantu agar konsentrasi kita menuju kepada Hyang Widhi,
serta pemuja mendapat vibrasi kesucian Hyang Widhi. Sebagai aksara suci Ongkara termasuk dalam aksara wijaksara dan aksara modré.
Penggunaan berbagai jenis simbol Ongkara ini dalam rerajahan sarana upakara pada upacara Panca Yadnya
dimaksudkan untuk mendapat kekuatan magis yang dibutuhkan dalam
melancarkan serta mencapai tujuan upacara. Tentang bentuk Ongkara di
Bali dapat jelaskan menurut sumber Lontar Krakah Modre Aji Griguh.
Simbol Ongkara
Unsur-unsur Ongkara ada 5 yaitu: 1) Nada, 2) Windu, 3) Arda Candra, 4) Angka telu/tiga (versi Bali), 5) Tarung.
Semuanya melambangkan Panca Mahabutha, unsur-unsur sakti Hyang Widhi,
yaitu: Nada = Bayu, angin, bintang; Windu = Teja, api, surya/ matahari;
Arda Candra = Apah, air, bulan; Angka telu = Akasa, langit, ether;
Tarung = Pertiwi, bumi, tanah.
Unsur-unsur Panca Mahabutha di alam raya itu dinamakan Bhuwana Agung. Panca Mahabutha ada juga dalam tubuh manusia:
1. Daging dan tulang adalah unsur Pertiwi
2. Darah, air seni, air kelenjar (ludah, dll) adalah unsur Apah
3. Panas badan dan sinar mata adalah unsur Teja
4. Paru-paru adalah unsur Bayu
5. Urat syaraf, rambut, kuku, dan 9 buah
lobang dalam tubuh (2 lobang telinga, 2 lobang mata, 2 lobang hidung, 1
lobang mulut, 1 lobang dubur, dan 1 lobang kelamin) adalah unsur Akasa.
Unsur-unsur Panca Mahabutha dalam tubuh manusia disebut sebagi Bhuwana Alit.
Simbol Ongkara di Bali ada jenis, yaitu: Ongkara Gni, Ongkara Sabdha, Ongkara Mrta, Ongkara Pasah dan Ongkara Adu-muka.
Ongkara Gni adalah
Ongkara yang ditulis tegak yang dibangun oleh aksara O-kara, ulu candra,
dan tanpa tedong. Ongkara Gni adalah aksara yang digunakan untuk
menghidupkan api di dalam tubuh manusia. Kata gni itu sendiri berarti
api. Tempatnya adalah di dalam dada. Umumnya, aksara ini digunakan dalam
weda-weda (Nyoka, 1994:25).
Ongkara Sabda adalah Ongkara yang ditulis tegak sama dengan Ongkara Ngadeg, yaitu Ongkara yang dibangun atas O-kara, ulu candra, dan tedong.
Kata sabda berarti ‘kata, suara, bunyi, bicara, menyebut. Ongkara
Sabda dimaksudkan sebagai aksara yang memiliki fungsi untuk membuat
suara atau perkataan seseorang itu menjadi berguna dan didengar oleh
orang lain. Umumnya, aksara ini digunakan dalam weda-weda (Nyoka,
1994:25).
Ongkara Mertha adalah
Ongkara yang ditulis tegak. Ada dua pendapat tentang bentuk aksara
Ongkara ini. Ongkara ini dibangun atas O-kara dengan kaki yang
bersimpul, ulu candra, dan tanpa tedong. Disebut Ongkara Mretha karena
Ongkara ini merupakan kumpulan dari lima mertha, yaitu: mertha
sanjiwani, mertha kamandalu, mertha kundalini, mertha mahamertha, dan
mertha pawitra)
Ongkara Pasah adalah
dua buah Ongkara yang ditulis bertolak belakang. Kata pasah adalah kata
dalam bahasa Bali yang memiliki makna ‘terpisah’. Ongkara Pasah adalah
dua buah aksara Ongkara yang kepalanya ditulis terpisah, atau bertolak
belakang. Aksara ini adalah simbol I Nini lan I Kaki sane tan kari ngemu rasa (Nyoka, 1994:25). Istilah ngemu
rasa artinya ‘memiliki budhi’. Budhi adalah keinginan yang sudah
terlihat dengan jelas. Keinginan yang belum jelas atau masih kabur
disebut dengan citta. Tan kari angemu rasa berarti ‘sudah tidak memiliki keinginan yang jelas’.
Ongkara Adumuka adalah
dua buah Ongkara yang ditulis dengan kepala beradu atau saling
berhadapan. Ongkara Adumuka adalah bentuk aksara Ongkara yang memiliki
bentuk terbalik dengan Ongkara Pasah. Kata adumuka memiliki
makna ‘kepala yang beradu’. Jadi, Ongkara Adumuka adalah dua buah
Ongkara yang ditulis dengan kepala yang saling bertemu. Nyoka (1994:25)
menyebutkan bahwa aksara tersebut adalah simbol untuk I meme lan I bapa sane kari angemu rasa. Yang perlu diingat bahwa kedua aksara tersebut saling berkaitan. Dalam masyarakat Hindu dikenal dengan rwa bineda (dua hal yang berbeda), yang selalu ada di dunia ini, yaitu: ingat dan lupa, baik dan buruk, siang dan malam, dan sebagainya.
Sumber: