Kamis, 15 Februari 2018

Huruf Dshawish (Hebrew - Jawa)

Dshawish[1] merupakan vokalisasi dari Huruf Hebrew yang digunakan dalam Indish yang sengaja disusun secara khusus untuk Bahasa Jawa, karena setiap vokal dalam Bahasa Jawa Standar (Dialek Tengah) memiliki pengucapan yang disebut sebagai Swårå Jêjêg dan Swårå Mirìng. Dalam dialek Barat dan Timur kadang memiliki salah satu kecenderungan pengucapan suara jejeg dan miring, kadang juga pengucapannya sama dengan Dialek Standar. 

Dshawish yang dipaparkan disini barulah satu alternatif, karena pada intinya Bahasa Jawa maupun Bahasa Indonesia sama-sama memiliki 8 bunyi vokal, yaitu:

a pada kata saya
i pada kata hati 
u pada kata kamu
e pada kata emas, elang, eneg
e pada kata sate, kare
e pada kata bebek
o pada kata bola
o pada kata botol, kotor

Persoalan yang muncul dalam Bahasa Jawa adalah, adanya perubahan bunyi dalam keadaan suku kata terbuka dan tertutup. Kasus ini disebut Suara Jejeg dan Suara Miring. Sebagai gambaran tentang Suara Jejeg dan Suara Miring adalah seperti pada tabel di bawah ini:


Jika kita cermati tabel di atas, bahasa Jawa  memiliki 8 ucapan vokal yaitu a, i, u, é, ê, è, o dan å karena pada dasarnya Suara Miring dalam sebuah vokal, ucapannya mirip dengan Suara Jejeg dari vokal yang lain.

Sebagaimana penjelasan kita di atas, kita bisa memiliki 3 pilihan metode pemberian tambahan sandangan vokal/harakat dalam Indish, yaitu :

1. Sesuai sandhangan dalam Aksara Jawa atau sesuai dengan ejaan latin Jawa Standar (Baku) pada umumnya

Kelebihan:
Sangat mudah dan tinggal menyesuaikan pada ejaan baku penulisan Bahasa Jawa menggunakan huruf Latin.

Kekurangan:
Sama dengan kekurangan pada sistem penulisan Bahasa Jawa menggunakan Huruf Latin yang baku yaitu bagi orang yang tidak terbiasa dengan ejaan baku biasanya akan menuliskan apa adanya sebagaimana kebiasaan dalam ejaan Bahasa Indonesia (seperti dalam kata poro tamu, loro mumêt).

2. Sesuai dengan jenis suara (Jejeg/Miring)

Kelebihan:
Sangat detil dan cocok digunakan terutama untuk tujuan studi dan untuk menunjukkan pengucapan yang tepat sesuai dengan ejaan standar.

Kekurangan:
>>> Terlalu rumit, kemungkinan akan menimbulkan kesulitan bagi yang belum terbiasa.
>>> Ada kemungkinan terjadi kebingungan pada dialek lain untuk menuliskannya (karena pengucapan yang berbeda dengan Bahasa Jawa Standar).

3. Sesuai dengan bunyi ucapan vokal

Kelebihan:
Lebih mudah dan nyaman untuk menuliskannya karena sesuai dengan ucapan.

Kekurangan:
>>> Akan ditemukan banyak ejaan penulisan yang berbeda antara dialek yang berbeda.
>>> Mungkin akan menimbulkan masalah dari segi tata bahasa, misalnya dalam kata cårå (cara) akan berubah menjadi carane (caranya) saat diberi akhiran.

Untuk konsonan dasarnya adalah sebagai berikut :



Untuk huruf yang tidak ada dalam daftar 20 konsonan standar bahasa Jawa, akan digunakan huruf yang berlaku dalam Indish.

Untuk sandhangannya adalah sebagai berikut:


Melihat kelebihan dan kekurangan setiap metode di atas, hal terbaik yang bisa dipilih adalah menggunakannya sesuai dengan kebutuhan atau dengan menciptakan kombinasi antar ketiganya yang dirasa efisien dan saling melengkapi.

Pangkon ( ) sebenarnya tidak perlu ditandai karena pada dasarnya Huruf Hebrew semuanya sudah merupakan huruf mati. Tapi jika ingin menggunakan sandhangan, bisa menggunakan tanda Sh’va[12] (סְ). Jika menggunakan tanda Sh’va untuk huruf mati di akhir kata, tidak perlu diberi Sh’va, kecuali dalam Kaf Final tanpa dagesh (ךְ) seperti pada kata bapak (בַּפַּךְ). Namun apabila berakhir dengan dua buah konsonan yang keduanya mati, sh’va akan ditulis semua seperti gudang (גֻדַנְגְ).

Untuk suara “e” yang lain yang tidak terdapat dalam Bahasa Jawa namun ditemukan dalam Bahasa Sunda seperti pada kata “peuyeum” (ꦱꦼꦵ) atau untuk Dirgha-Muntak (ꦱꦼꦴ) bisa digunakan sandhangan vokal/harakat Tzere-Yod[13]  (סֵי).

Huruf H di akhir kata, apabila diucapkan H akan ditulis He-Dagesh (הּ), seperti dalam kata ‘salah’ (סַלַהּ). Huruf T di akhir kata akan ditulis Tav (ת).

Apabila sebuah kata berakhir dengan vokal a (סַ) ditutup dengan huruf Ayin (ע), ê dan ò/å (סֵ/סֹ/סָ) maka harus ditutup dengan huruf He (ה). Bila berakhir dengan vokal i dan é/è (סִ/סֶ/סֱ) ditutup dengan Yod (י). Hal ini tidak berlaku untuk Kaf sofit (ך), Tav (ת), He (ה), Alef (א), Ayin (ע) dan Yod (י). Bila berakhir dengan u dan o tetap akan berakhir dengan bentuk (וּ) dan (וֹ).

Untuk penulisan simbol-simbol lain, seperti angka dan tanda baca bisa beradaptasi dengan angka dan tanda baca Latin maupun angka dan tanda baca Hebrew Klasik. Bisa juga mengombinasikan keduanya.

Contoh penulisan :

עִנְדֹנֶסִאַ גַ׳יַ. סַטוּ נֻסַע, סַטוּ בַנְגְסַע, סַטוּ בַּהַסַע כִּתַ׃[14]

Indonesia jaya. Satu nusa, satu bangsa, satu bahasa kita.

Dalam penulisan Jawa Kuno, misalnya untuk Aksara Mahaprana seperti (Bha, Kha, Gha, dll) kita bisa menuliskannya dengan menambahkan tanda Rafe diatasnya sebagai contoh Bha (בּֿ).

Untuk sandhangan dalam Jawa Kuno (Kawi), kita akan menyesuaikan dengan Hebrew Klasik sebagai berikut (apabila dipakai) :

 
Sumber Pustaka:

Balai Bahasa Yogyakarta. 2006. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Jawa Huruf Latin yang Disempurnakan. Edisi Revisi. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Boeker, T.G.R. 1992. Bahasa Ibrani Jilid I. Malang: STT Batu Malang.
______. 2005. Pengantar Bahasa Ibrani. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.
Darsoatmodjo, Djoeroe. 1977. Memetri Aksara Jawi. Solo: “TIGA SERANGKAI”.
Glinert, Lewis. 1991. Modern Hebrew. An Essential Grammar.  London: School of Oriental and African Studies (University of London).
Kelly, Page H. 2013. Ibrani Biblikal. Pengantar Tata Bahasa. Surabaya: Penerbit Momentum. 
Prasaja, Setya Amrih, S.S. 1943 Dal. Widyaséna Pustaka. Modul Basa Jawa SMA 1 Sanden. Bantul.
Soerasa, B.A. dan Soetardjo W.R. 1981. Pathokan Panulise Tembung Jawa Nganggo Aksara Jawa Lan Latin. Solo: “TIGA SERANGKAI”.

Sumber Internet:

http://www.omniglot.com/writing/hebrew.htm
https://en.wikipedia.org/wiki/Hebrew_alphabet




[1] Dshawish memiliki ucapan yang dekat/mirip dengan kata “Jawa” dan “Jewish”.
[2] Dhå Jawa pengucapannya dekat dengan “D” dalam Bahasa Indonesia.
[3] Sesuai dengan sandhangan yang umum dipakai pada Aksara Jawa Baru dan Penulisan Jawa Baku dalam huruf latin.
[4] Penempatan sandhangan dengan Aksårå Jåwå “Så”.
[5] Contoh penempatan sandhangan vokal Hebrew (nikud) menggunakan Huruf Ibrani Samech.
[6] Nama sandhangan/harakat Hebrew.
[7] Vokal bawaan dari Aksara Jawa yaitu huruf “å”. Namun sayangnya vokal bawaan ini dapat diucapkan baik Jejeg maupun Miring, sehingga kadang cukup membingungkan bagi orang Jawa sendiri.
[8] Qamatz memiliki pengucapan ganda dalam Dialek Tiberian (a panjang dan o), namun dalam dialek Ashkenazi mewakili vokal “O” (o miring Jawa)
[9] Dalam Hebrew Klasik tanda ini mewakili vokal “i” panjang.
[10] Dalam Hebrew Klasik tanda ini mewakili vokal “u” panjang.
[11] Chataf-Segol dalam Hebrew Klasik hanya muncul pada huruf tenggorokan, namun disini diadaptasi untuk semua huruf.
[12] Ada dua jenis Shva yaitu Sh’va bersuara (“e” pepet) dan Sh’va Bisu ( Sh’va bisu berfungsi seperti Pangkon).
[13] Dalam Hebrew Klasik, mewakili bunyi “ei
[14] Tanda titik dua besar di akhir kalimat ini dalam Hebrew Klasik disebut dengan “Sof Pasuq”, dipakai sebagai titik dalam Hebrew Klasik.
[15] Bunyi standar dalam Jawa Kuno adalah ‘A’ biasa (‘a’ miring dalam Jawa Baru)