Dshawish[1]
merupakan vokalisasi dari Huruf Hebrew yang digunakan dalam Indish yang sengaja
disusun secara khusus untuk Bahasa Jawa, karena setiap vokal dalam Bahasa Jawa Standar
(Dialek Tengah) memiliki pengucapan yang disebut sebagai Swårå Jêjêg dan Swårå
Mirìng. Dalam dialek Barat dan Timur kadang memiliki salah satu kecenderungan
pengucapan suara jejeg dan miring, kadang juga pengucapannya sama dengan Dialek
Standar.
Dshawish yang dipaparkan disini barulah satu alternatif, karena pada intinya Bahasa Jawa maupun Bahasa Indonesia sama-sama memiliki 8 bunyi vokal, yaitu:
a pada kata saya
i pada kata hati
u pada kata kamu
e pada kata emas, elang, eneg
e pada kata sate, kare
e pada kata bebek
o pada kata bola
o pada kata botol, kotor
Dshawish yang dipaparkan disini barulah satu alternatif, karena pada intinya Bahasa Jawa maupun Bahasa Indonesia sama-sama memiliki 8 bunyi vokal, yaitu:
a pada kata saya
i pada kata hati
u pada kata kamu
e pada kata emas, elang, eneg
e pada kata sate, kare
e pada kata bebek
o pada kata bola
o pada kata botol, kotor
Persoalan yang muncul dalam Bahasa Jawa adalah, adanya perubahan bunyi dalam keadaan suku kata terbuka dan tertutup. Kasus ini disebut Suara Jejeg dan Suara Miring. Sebagai gambaran tentang
Suara Jejeg dan Suara Miring adalah seperti pada tabel di bawah ini:
Jika kita cermati
tabel di atas, bahasa Jawa memiliki 8 ucapan vokal yaitu a, i, u, é, ê, è, o dan å karena pada dasarnya Suara Miring dalam sebuah
vokal, ucapannya mirip dengan Suara Jejeg dari vokal yang lain.
Sebagaimana penjelasan
kita di atas, kita bisa memiliki 3 pilihan metode pemberian tambahan sandangan
vokal/harakat dalam Indish, yaitu :
1. Sesuai sandhangan
dalam Aksara Jawa atau sesuai dengan ejaan latin Jawa Standar (Baku) pada
umumnya
Kelebihan:
Sangat mudah dan
tinggal menyesuaikan pada ejaan baku penulisan Bahasa Jawa menggunakan huruf
Latin.
Kekurangan:
Sama dengan
kekurangan pada sistem penulisan Bahasa Jawa menggunakan Huruf Latin yang baku yaitu
bagi orang yang tidak terbiasa dengan ejaan baku biasanya akan menuliskan apa
adanya sebagaimana kebiasaan dalam ejaan Bahasa Indonesia (seperti dalam kata poro tamu, loro mumêt).
2. Sesuai dengan
jenis suara (Jejeg/Miring)
Kelebihan:
Sangat detil dan
cocok digunakan terutama untuk tujuan studi dan untuk menunjukkan pengucapan
yang tepat sesuai dengan ejaan standar.
Kekurangan:
>>> Terlalu
rumit, kemungkinan akan menimbulkan kesulitan bagi yang belum terbiasa.
>>> Ada
kemungkinan terjadi kebingungan pada dialek lain untuk menuliskannya (karena
pengucapan yang berbeda dengan Bahasa Jawa Standar).
3. Sesuai dengan
bunyi ucapan vokal
Kelebihan:
Lebih mudah dan
nyaman untuk menuliskannya karena sesuai dengan ucapan.
Kekurangan:
>>> Akan
ditemukan banyak ejaan penulisan yang berbeda antara dialek yang berbeda.
>>> Mungkin
akan menimbulkan masalah dari segi tata bahasa, misalnya dalam kata cårå (cara) akan
berubah menjadi carane (caranya) saat diberi akhiran.
Untuk konsonan
dasarnya adalah sebagai berikut :
Untuk huruf yang
tidak ada dalam daftar 20 konsonan standar bahasa Jawa, akan digunakan huruf
yang berlaku dalam Indish.
Untuk sandhangannya
adalah sebagai berikut:
Melihat kelebihan
dan kekurangan setiap metode di atas, hal terbaik yang bisa dipilih adalah menggunakannya
sesuai dengan kebutuhan atau dengan menciptakan kombinasi antar ketiganya yang
dirasa efisien dan saling melengkapi.
Pangkon ( ꧀ ) sebenarnya tidak perlu ditandai karena pada
dasarnya Huruf Hebrew semuanya sudah merupakan huruf mati. Tapi jika ingin
menggunakan sandhangan, bisa menggunakan tanda Sh’va[12] (סְ).
Jika menggunakan tanda Sh’va untuk huruf mati di akhir kata, tidak perlu diberi
Sh’va, kecuali dalam Kaf Final tanpa dagesh (ךְ)
seperti pada kata bapak (בַּפַּךְ). Namun apabila berakhir dengan
dua buah konsonan yang keduanya mati, sh’va akan ditulis semua seperti gudang (גֻדַנְגְ).
Untuk suara “e” yang lain yang
tidak terdapat dalam Bahasa Jawa namun ditemukan dalam Bahasa Sunda seperti
pada kata “peuyeum” (ꦱꦼꦵ) atau untuk Dirgha-Muntak
(ꦱꦼꦴ) bisa digunakan
sandhangan vokal/harakat Tzere-Yod[13] (סֵי).
Huruf H di akhir kata,
apabila diucapkan H akan ditulis He-Dagesh (הּ), seperti dalam kata ‘salah’ (סַלַהּ). Huruf T di akhir kata akan
ditulis Tav (ת).
Apabila
sebuah kata berakhir dengan vokal a (סַ) ditutup dengan huruf Ayin (ע), ê dan ò/å (סֵ/סֹ/סָ) maka harus ditutup dengan huruf He (ה). Bila berakhir dengan vokal i dan é/è (סִ/סֶ/סֱ) ditutup dengan Yod (י). Hal ini tidak berlaku untuk Kaf sofit (ך), Tav (ת), He (ה), Alef (א), Ayin (ע) dan Yod (י). Bila berakhir
dengan u dan o tetap akan berakhir dengan bentuk (וּ) dan (וֹ).
Untuk penulisan simbol-simbol lain, seperti
angka dan tanda
baca bisa beradaptasi dengan angka dan tanda baca Latin maupun angka dan tanda
baca Hebrew Klasik. Bisa juga mengombinasikan keduanya.
Contoh
penulisan :
עִנְדֹנֶסִאַ גַ׳יַ. סַטוּ
נֻסַע, סַטוּ בַנְגְסַע, סַטוּ בַּהַסַע כִּתַ׃[14]
Indonesia jaya.
Satu nusa, satu bangsa, satu bahasa kita.
Dalam penulisan
Jawa Kuno, misalnya untuk Aksara Mahaprana seperti (Bha, Kha,
Gha, dll) kita bisa menuliskannya dengan menambahkan tanda Rafe
diatasnya sebagai contoh Bha (בּֿ).
Untuk sandhangan
dalam Jawa Kuno (Kawi), kita akan menyesuaikan dengan Hebrew Klasik sebagai
berikut (apabila dipakai) :
Sumber Pustaka:
Balai
Bahasa Yogyakarta. 2006. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Jawa Huruf Latin yang Disempurnakan. Edisi Revisi. Yogyakarta :
Penerbit Kanisius.
Boeker, T.G.R. 1992. Bahasa Ibrani Jilid I.
Malang: STT Batu Malang.
______. 2005. Pengantar Bahasa Ibrani. Jakarta: PT.
BPK Gunung Mulia.
Darsoatmodjo, Djoeroe. 1977. Memetri Aksara Jawi.
Solo: “TIGA SERANGKAI”.
Glinert, Lewis. 1991. Modern Hebrew. An Essential
Grammar. London: School of Oriental and African Studies (University of
London).
Kelly, Page H. 2013. Ibrani Biblikal. Pengantar Tata
Bahasa. Surabaya: Penerbit Momentum.
Prasaja, Setya Amrih, S.S. 1943 Dal. Widyaséna Pustaka. Modul
Basa Jawa SMA 1 Sanden. Bantul.
Soerasa, B.A. dan Soetardjo W.R. 1981. Pathokan
Panulise Tembung Jawa Nganggo Aksara Jawa Lan Latin. Solo: “TIGA SERANGKAI”.
Sumber
Internet:
http://www.omniglot.com/writing/hebrew.htm
https://en.wikipedia.org/wiki/Hebrew_alphabet
[1] Dshawish
memiliki ucapan yang dekat/mirip dengan kata “Jawa” dan “Jewish”.
[2] Dhå Jawa pengucapannya dekat
dengan “D” dalam Bahasa Indonesia.
[3] Sesuai
dengan sandhangan yang umum dipakai pada Aksara Jawa Baru dan Penulisan Jawa
Baku dalam huruf latin.
[4] Penempatan
sandhangan dengan Aksårå Jåwå “Så”.
[5] Contoh penempatan sandhangan vokal
Hebrew (nikud) menggunakan Huruf Ibrani Samech.
[6] Nama
sandhangan/harakat Hebrew.
[7] Vokal
bawaan dari Aksara Jawa yaitu huruf “å”. Namun
sayangnya vokal bawaan ini dapat diucapkan baik Jejeg maupun Miring, sehingga
kadang cukup membingungkan bagi orang Jawa sendiri.
[8]
Qamatz memiliki pengucapan ganda dalam Dialek Tiberian (a panjang dan o),
namun dalam dialek Ashkenazi mewakili vokal “O” (o miring Jawa)
[9] Dalam Hebrew Klasik tanda ini
mewakili vokal “i” panjang.
[10] Dalam Hebrew
Klasik tanda ini mewakili vokal “u” panjang.
[11]
Chataf-Segol dalam Hebrew Klasik hanya muncul pada huruf tenggorokan, namun
disini diadaptasi untuk semua huruf.
[12] Ada dua
jenis Shva yaitu Sh’va bersuara (“e” pepet) dan Sh’va Bisu ( Sh’va bisu
berfungsi seperti Pangkon).
[13] Dalam
Hebrew Klasik, mewakili bunyi “ei”
[14]
Tanda titik dua besar di akhir kalimat ini dalam Hebrew Klasik disebut dengan
“Sof Pasuq”, dipakai sebagai titik dalam Hebrew Klasik.
[15] Bunyi standar dalam Jawa
Kuno adalah ‘A’ biasa (‘a’ miring dalam Jawa Baru)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar