Rabu, 20 Januari 2021

Prinsip Dasar Belajar Aksara Jawa

Bertahan dan tetap eksisnya aksara Jawa hingga saat ini, tentu bukanlah hal yang kebetulan semata, sebuah hasil teknologi yang dikembangkan pada masa lampau, dan mampu mengangkat budaya Jawa berada pada level yang bisa dibilang maju, karena bahasa Jawa hadir dengan aksara sendiri, tata tulis sendiri.

Keberadaan aksara Jawa yang telah melintasi kurun waktu dengan kondisi jaman yang berbeda, tentu saja membawa warna tersendiri bagi perkembangan aksara itu sendiri. Corak langgam, serta tata tulis, jelas tidak bisa dilepaskan begitu saja terhadap pengaruh serta keberadaan pusat kerajaan dan pengaruhnya dengan dunia barat yang lambat laun mendominasi kehidupan, sosial, budaya masyarakat Jawa.

Bagi kita yang mungkin tertarik dengan keberadaan aksara Jawa, dan tetap ingin menggunakan aksara Jawa, meskipun pada kenyataannya kita suku Jawa, sudah tidak lagi menggunakan aksara Jawa dalam kehidupan sehari – hari, karena sejak semakin surutnya pengaruh politik raja – raja Jawa oleh dominasi kolonialis Belanda, Indonesia yang kemudian menjadi pelabuhan dalam bernegara menggunakan aksara Latin sebagai aksara resmi, maka dengan demikian sudah barang tentu menjadi keharusan bagi orang Jawa untuk juga menggunakan aksara Latin, dan melepas aksara mereka sendiri.



Di era sekarang, mulai banyak bermunculan generasi penerus yang peduli dan rindu akan keberadaan aksara Jawa, namun karena telah begitu lama tertidur, maka keberadaan aksara Jawa dengan tata penulisannya pun semakin beragam dan disusun sedemikian rupa sehingga diharapkan bisa lebih memudahkan kita menggunakan lagi aksara peninggalan tersebut. Paling tidak pedoman penulisan aksara Jawa yang dibukukan dan dianggap resmi sebagai pedoman penulisan aksara Jawa yang pernah ada dan kita kenal antara lain :

1. Pedoman penulisan aksara Jawa Mardi Kawi

Ditilik dari penggunaan nomenklatur pedoman ini jelas sekali, Mardi dalam kamus atau Baoesastra Djawa diartikan mulang wuruk yaitu belajar, mempelajari Kawi, Kawi dalam konteks ini tentu saja bagian dari bahasa serta tata tulis yang digunakan pada bahasa Jawa Kuna dan Pertengahan, penggunaan bahasa dan tata tulisnya didasarkan pada tulisan – tulisan yang terekam dalam karya Kakawin dan Kidung.

Sehingga munculnya pedoman Mardi Kawi paling tidak sebagai pijakan untuk bisa memahami tata tulis dalam kedua karya sastra tersebut, yaitu Kakawin dan Kidung.

Pedoman ini ditulis dan diresmikan penggunaannya tahun 1860 (Tahun Jawa), oleh W.J.S Poerwadarminta, ditulis dengan aksara Jawa di Yogyakarta, yang kemudian dicetak pada tahun 1930 oleh Uitgeverij en Boekhandel – Stoomdrukkerij “De Bliksem” Solo.

2. Pedoman Penulisan Sriwedari

Pedoman ini judul aslinya Wawaton Panjeratanipoen Temboeng Djawi mawi Sastra Djawi dalasan Angka, karena pedoman ini diresmikan penggunaannya di Sriwedari pada tahun 1928, maka pedoman penulisan ini kemudian lebih dikenal sebagai Wawaton Sriwedari. Inti dari pedoman penulisan Sriwedari terbilang masih sedikit banyak mengacu pada pedoman penulisan Mardi Kawi, meskipun banyak hal yang mulai dirubah. Dasar penulisan pada pedoman ini adalah penulisan aksara Jawa didasarkan pada bunyi pengucapan, hal ini tidak didasarkan pada bagaimana kata – kata bahasa Jawa dituliskan dalam aksara Latin, karena kita tahu pada dekade ini penggunaan aksara Latin belum begitu membumi.

3. Pedoman Penulisan Hasil Konggres Bahasa Jawa II di Batu Malang II 1996

Pedoman penulisan ini muncul sebagai akibat dari amanat Konggres Bahasa Jawa I Semarang, supaya pada Konggres Bahasa Jawa II sudah disusun sebuah bentuk pedoman penulisan yang dianggap paling mutakhir, tidak main – main penggunaan pedoman 1996 ini diperkuat dengan Kesepakatan Bersama Gubernur Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur. Pedoman penulisan dekade ini merupakan pedoman penulisan yang banyak sekali merubah tata penulisan yang ada pada Sriwedari, hal ini terjadi karena pada pedoman penulisan 1996 ini, penulisan aksara Jawa tidak lagi didasarkan pada pengucapan, namun lebih pada bagaimana kosakata bahasa Jawa tersebut ditulis dalam aksara Latin, baru kemudian dari hasil penulisan dalam aksara Latin itulah, penulisan aksara Jawanya didasarkan.

Perhatikan perbedaan penulisan di bawah ini :

Blog Prinsip Dasar Aksara Jawa


Sumber :
Setya Amrih Prasaja, S.S. 
(Lingkar Jawa, Paguyuban Pecinta Aksara Jawa – Bantul)
Grup Sinau Aksara Jawa & Sinau Nulis Jawa

Minggu, 10 Januari 2021

Aksara Kawi - Jawa

 ꧁ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦏꦮꦶꦗꦮ꧂

꧋ꦠꦧꦺꦭ꧀ꦥꦽꦧꦟ꧀ꦝꦶꦔꦤ꧀ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦏꦮꦶꦝꦼꦔꦤ꧀ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮꦝꦶꦯꦽꦡꦻꦧꦸꦚꦶꦝꦭꦩ꧀ꦄꦭ꧀ꦥ꦳ꦧꦺꦠ꧀ꦥ꦳ꦺꦴꦤꦺꦠꦶꦱ꧀ꦆꦤ꧀ꦠꦽꦟꦱꦾꦺꦴꦤꦭ꧉

Tabel perbandingan aksara Kawi dengan aksara Jawa disertai bunyi dalam Alfabet Fonetis Internasional.

꧋ꦎꦭꦺꦃ꧇ꦮꦲꦾꦸꦮꦶꦗꦪꦠꦶꦂꦡꦫꦶꦓ
ꦥꦽꦧꦻꦏꦤ꧀ꦎꦭꦺꦃ꧇ꦄꦝꦶꦠꦾꦧꦪꦸꦥꦽꦝꦤ꧉

Oleh: Wahyu Wijaya Tirtariga
Perbaikan oleh: Aditya Bayu Perdana

=======


꧋ꦫꦸꦥꦄꦏ꧀ꦱꦫꦝꦫꦶꦥꦿꦱꦱ꧀ꦠꦶꦱꦺꦴꦨꦴꦩꦽꦠ꧌ꦠꦲꦸꦤ꧇꧙꧓꧙꧇꧍ꦪꦁꦝꦶꦱꦝꦸꦂ/ꦝꦶꦱꦭꦶꦤ꧀ꦥꦝꦩꦱꦥꦼꦩꦼꦫꦶꦤ꧀ꦠꦲꦤ꧀ꦩꦙꦥꦲꦶꦠ꧀꧉

Rupa aksara dari prasasti Sobhāmṛta (tahun 939) yang disadur/disalin pada masa pemerintahan Majapahit.

=======

꧋ꦧꦽꦧꦒꦻꦩꦕꦩ꧀ꦮ꦳ꦫꦶꦪꦱꦶꦧꦼꦤ꧀ꦠꦸꦏ꧀ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦏꦮꦶ꧉
Berbagai macam variasi bentuk aksara Kawi

=======


꧋ꦕꦺꦴꦤ꧀ꦠꦺꦴꦃꦲꦸꦫꦸꦥ꦳꧀ꦏꦮꦶꦪꦁꦝꦶꦥꦼꦫꦺꦴꦭꦺꦃꦝꦫꦶꦱꦭꦃꦱꦠꦸꦥꦿꦱꦱ꧀ꦠꦶꦝꦤ꧀ꦝꦶꦠꦼꦩ꧀ꦥꦠꦏꦤ꧀ꦝꦶꦩꦸꦱꦺꦪꦸꦩ꧀ꦏꦼꦧꦸꦝꦪꦄꦤꦝꦤ꧀ꦆꦭ꧀ꦩꦸꦥꦼꦔꦠꦲꦸꦮꦤꦝꦶꦧꦠꦮ꦳ꦶꦪ꧉

Contoh huruf kawi yang diperoleh dari salah satu prasasti dan ditempatkan di museum Kebudayaan dan Ilmu Pengetahuan di Batavia.

============

Sumber: Wikipedia Aksara Kawi

꧋ꦱꦸꦩꦧꦼꦂ꧇ ꦮꦶꦏꦶꦥꦺꦝꦶꦪꦃꦄꦏ꧀ꦱꦫꦏꦮꦶ


================


꧌ꦧ꧀ꦭꦺꦴꦒ꧀ꦒꦽꦩꦼꦔꦼꦠꦶꦏ꧀ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮꦝꦶꦈꦱꦲꦏꦤ꧀ꦩꦼꦟ꧀ꦝꦼꦏꦠꦶꦠꦠꦠꦸꦭꦶꦱ꧀꧇ꦏ꧈ꦄ꧈ꦗ꧈꧇ ꦠꦿꦝꦶꦱꦾꦺꦴꦤꦭ꧀ꦝꦼꦔꦤ꧀ꦱꦼꦝꦶꦏꦶꦠ꧀ꦮ꦳ꦫꦾꦱꦶ꧍

(Blogger mengetik Aksara Jawa diusahakan mendekati Tata Tulis KAJ Tradisional dengan sedikit variasi)

Rabu, 06 Januari 2021

Aksara Jawa Mardikawi

Serat Mardikawi merupakan buku karangan W.J.S Purwadarminta yang dicetak pada tahun Jawa 1860 atau 1929 Masehi. Buku ini berisi pelajaran bahasa Kawi / Jawa Kuno yang dihimpun dalam tiga bagian. Bagian 1 berisi wyakarana kawi atau tata bahasa kawi. Pada halaman awal Serat Mardikawi bagian 1 dijelaskan tentang bentuk aksara jawa yang digunakan untuk menulis bahasa kawi. Serat Mardikawi bagian 2 berisi waosan kawi dalah jarwa utawi keteranganipun (bacaan kawi beserta artinya). Serat Mardikawi bagian 3 berisi Kawi-Jarwa atau kamus bahasa kawi. Serat Mardikawi ditulis dengan bahasa dan aksara Jawa.
 
Di dalam postingan awal-awal blog ini telah sedikit dijelaskan mengenai aturan penulisan aksara Jawa pada masa lampau (saat digunakan untuk menulis bahasa Kawi). Aturan penulisan mardikawi mempunyai banyak aturan dan terkesan sangat rumit. Namun, penggunaan aturan ini akan mempermudah pembaca aksara Jawa untuk menentukan pemenggalan kata dalam kalimat.

Aksara-aksara yang digunakan oleh orang Jawa Kuna atau disebut juga sastra Buda bentuknya sudah banyak berbeda dengan aksara Jawa yang digunakan pada zaman sekarang. Aksara Jawa yang digunakan untuk menulis bahasa Kawi / Jawa Kuna, rinciannya sebagai berikut (Purwadarminta:1929, 9-11):

(Gagrag Aksara: Gagrag Yogyakarta dan Gagrag Surakarta)

============


============

Aksara Tenggorokan / Guttural
(Gorokan / ꦒꦺꦴꦫꦺꦴꦏ꧀ꦏꦤ)
 

Keterangan:
Aksara Kha (ꦑ꧀ꦏ) dan Gha (ꦓ꧀ꦓ) dalam Paugeran Sriwedari difungsikan sebagai Aksara Murda KA dan GA (Budaya Tata Prunggu).

============

Aksara Gigi / Dental
(Danta  / ꦢꦤ꧀ꦠ)



Keterangan:
Aksara Da Dental Mahaprana (ꦣ꧀ꦣ) bentuk aslinya bercucuk di sisi kanan, Pasca Sriwedari bentuk legenanya difungsikan sebagai Aksara Dha Lidhah (ꦝ꧀ꦝ). Aksara Dha Lidhah aslinya tidak memiliki kait atas atau berkait tapi hanya di sisi kiri. Aksara Ta Mahaprana (ꦡ꧀ꦡ) dalam Paugeran Sriwedari difungsikan sebagai Aksara Murda TA (Budaya Tata Prunggu)

============

Aksara Lidah / Retroflex
(Lidhah / ꦭꦶꦣꦃ)


Keterangan : 
Aksara yang berwarna merah ( ꦜ꧀ꦜ ꦞ꧀ꦝ ) tidak terdapat dalam Serat Mardikawi. Aksara yang berwarna biru (ꦝ꧀ꦝ) di dalam Serat Mardikawi bentuknya sama persis dengan Dha Danta (ꦣ꧀ꦣ) karena pihak percetakan tidak mempunyai aksara yang dimaksud. Aksara Na Mahaprana (ꦟ꧀ꦟ) dalam Paugeran Sriwedari difungsikan sebagai Aksara Murda NA (Budaya Tata Prunggu)

============

Aksara Bibir / Labial
(Osthya / ꦎꦱ꧀ꦛꦾ)



Keterangan:
Aksara Ba (ꦧ) pasangan aslinya adalah sama dengan legenanya (ꦧ) dan yang menjadi pasangan Ba (꧀ꦧ) Pasca Sriwedari aslinya adalah Pasangan Ba Mahaprana / Bha (ꦨ). Dalam Paugeran Sriwedari, Ba Mahaprana difungsikan sebagai Aksara Murda BA dengan pasangannya sama bentuknya dengan legenanya (Budaya Tata Prunggu)

============


============

Aksara Langit-langit / Palatal 
(Cethak / ꦕꦼꦛꦏ꧀)


Keterangan :  
Aksara Cha (ꦖ꧀ꦖ) dalam bentuk nglegena tidak pernah ditemukan dalam naskah, yang ditemukan hanya bentuk pasangannya saja. Pasangan Nya (ꦚ) aslinya sama dengan legenanya (ꦚ), Pasangan Nya dalam Paugeran Sriwedari (ꦚ꧀ꦚ) aslinya adalah Pasangan Na-Pengkal (ꦤꦾ ꧀ꦤꦾ)



============

Aksara Semi Vokal 
(Mandaswara / ꦩꦺꦴꦤ꧀ꦢꦱ꧀ꦮꦫ)


Keterangan:
Cakra (ꦿ) aslinya adalah pasangan Ra (ꦫ) dan Pengkal (ꦾ) aslinya adalah pasangan Ya (ꦪ). Dalam Paugeran Sriwedari, Ra (ꦫ꧀ꦫ) dan Ya (ꦪ꧀ꦪ) pasangannya dibuat sama dengan legenanya, sedangkan pasangan asli Ra dan Ya beralih fungsi menjadi Panjingan.

============

Aksara Desis / Sibilants dan Aksara Ha (ꦲ꧀ꦲ)
(Swa (Abab) / ꦯ꧀ꦮ (ꦲꦧꦧ꧀))



Keterangan:
Aksara SA (ꦱ) pasangan aslinya adalah UPA (bentuknya seperti suku + pasangan Pa. Sedangkan pasangan Sa Pasca Sriwedari, aslinya merupakan pasangan Sa Puspa (ꦰ). Aksara Sa Mahaprana (ꦯ꧀ꦯ) dalam Paugeran Sriwedari difungsikan sebagai Aksara Murda SA (Budaya Tata Prunggu)

============

Aksara Lainnya

Selain aksara-aksara di atas, ada pula aksara lain sebagai berikut:



============

Aksara Swara Pendek dan Panjang:


===========

Sandhangan Pendek dan Panjang



============

Catatan :

Gambar yang dikirimkan R.S. Wihananto pada bulan November 2012 kepada Pak Hadiwaratama, ketua tim registrasi aksara Jawa ke Unicode, dan beberapa orang lainnya untuk mendiskusikan desain bentuk beberapa aksara di font Tuladha Jejeg yang beliau buat.



============
Serat Mardikawi Jilid I
Fonta Unicode Aksara Jawa
Disunting ulang 2021 karena gambar dan link error.