Selasa, 29 Desember 2015

Mengenal Aksara Incoung Kerinci Versi William Marsden


Hingga saat ini, penelitian dan penggalian tentang Surat Incoung Kerinci belumlah tuntas, sehingga belum ada yang bisa dijadikan standar atau bentuk baku dari Surat Incoung. Oleh karena itu mari kita tinjau kembali penelitian terdahulu tentang Surat Incoung ini. 

Surat Incoung adalah aksara kuno yang dipergunakan oleh sekelompok etnis Suku Kerinci yang berada di sebelah barat Propinsi Jambi, yang berbatasan dengan Propinsi Bengkulu dan Sumatra Barat. Wilayah pemakai aksara ini sekarang meliputi Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh (Pemekaran Kabupaten Kerinci).

Di Kerinci aksara ini dikenal dengan nama Surat Incoung. Sebenarnya ada banyak cara penyebutan untuk aksara ini, tergantung dialek masing-masing kelompok subetnis di Kerinci, diantaranya “Incong”, “Incung”, “Incoung”, “Incaung”, dan “Inceung”. Perlu di ketahui bahwa bahasa Kerinci termasuk kelompok bahasa Melayu Sumatera Tengah, namun mempunyai keunikan tersendiri karena memiliki sangat banyak variasi hingga lebih dari 100 macam dialek, walau hanya dalam satu kabupaten saja. Penyebutan ‘aksara” pun juga tidak lazim di sini, tetapi disebut dengan ‘Surat’. Jadi defenisi ‘surat’ disini sama dengan defenisi ‘letter’ dalam bahasa Inggris yang bermakna ganda yaitu ‘huruf’ dan ‘surat/naskah’.

Surat Incoung diperkirakan sudah dipergunakan sejak zaman kerajaan Sriwijaya dan tidak dipergunakan lagi sejak pertengahan abad ke-19, sejalan dengan pesatnya perkembangan agama Islam dan makin luasnya penggunaan aksara Jawi di Kerinci. Pada tahun 1835, William Marsden, seorang Inggris yang pernah bekerja di EIC dan ditempatkan di Bengkulu, juga pernah meneliti dan menuliskan tentang aksara ini dalam “On the Polynesian, or East insular Languages” (Miscellaneous Works of William Marsden, 1835). Setelah itu tidak ada lagi penelitian lanjutan tentang aksara ini, dan penggunaan aksara ini kemudian mulai ditinggalkan oleh orang Kerinci sehingga sempat dianggap punah, dan sudah terlupakan serta tidak ada lagi yang bisa membacanya, hingga akhirnya misteri tsb berhasil dipecahkan kembali oleh L.C. Westenenk pada tahun 1922.

Menurut tulisan William Marsden tersebut, aksara Kerinci ini diperoleh atau dipelajarinya dari seorang guru pribumi (asal Kerinci ?). Tulisan tersebut juga disertai plat gambar berisi Susunan aksara (Alphasilabari) Kerinci yang terdiri dari 29 aksara atau surat. Namun Berbeda dengan Aksara Rejang atau aksara Rencong lainnya, urutannya tidak sesuai sebagaimana kelaziman aksara turunan India yang dimulai dengan urutan Ka, ga, nga, dst, tetapi dimulai dengan Ta, na, sa, dst. Hanya saja dalam alphasilabari tsb tidak terdapat aksara /da/ dan /mba/. Tidak diketahui apa sebabnya hal ini terjadi, apakah sang guru pribumi tsb tdk mengetahuinya ataukah karena alasan lainnya.

Namun dari informasi singkat yang ditulis William Marsden ini, terdapat beberapa hal yang selama ini tidak/jarang diketahui oleh masyarakat banyak, termasuk oleh L. C. Westenenk (1922) yang juga pernah membuat format baru Alphasilabari Surat Incoung ini dengan urutan Ka Ga Nga sebagaimana aksara Rejang maupun aksara Rencong lainnya. Diantaranya adalah adanya dikenalkan beberapa karakter surat yang termasuk kategori jarang digunakan, tetapi ternyata memang ada dan dipergunakan dalam sebagian naskah kuno Surat Incoung. Aksara atau surat tersebut antara lain /Aha/, /Hia/ dan /Hha/.

Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar