Di sekolahan kita diajarkan aksara jawa (dengan 20 huruf dasar) dengan konsep dan pondasi mengenal suku kata, namun dalam jaman kuno dan dalam naskah-naskah kuno, aksara jawa sesungguhnya memiliki 33 huruf dasar (aksara murda dalam aksara jawa di sekolahan sesungguhnya merupakan huruf mandiri) dan berkonsep memisahkan kata demi kata (karena aksara jawa tidak mengenal spasi atau celah antar kata seperti dalam aksara lain seperti halnya aksara latin). Dalam sistem penulisan aksara jawa sekolahan (jawa baru / modern), hampir tidak ada perbedaan dalam penulisan kalimat-kalimat tertentu, sehingga sebuah frasa atau kalimat hampir selalu dapat memiliki makna ganda. Namun karena jarang ada yang menggunakan aksara jawa dalam kehidupan sehari-hari, masalah itu tidak terlalu terasa atau kelihatan. Namun apabila anda menggunakan aksara jawa dalam kehidupan sehari-hari misalnya untuk menulis buku harian (dengan sistem penulisan yang diajarkan di sekolahan) anda akan menemukan bahwa tulisan anda akan sedikit membingungkan bagi pembaca karena ada banyak kata, frasa dan kalimat yang berbeda akan dituliskan sama saja, apalagi apabila menggunakan banyak cecak, wignyan dan layar misalnya : Pang lima dan panglima, sada sadasa dan sadasa sada, bungkus dan Bung Kus, Bung Karno dan bungkarno, busana dan Bu Sana, Barja bar jaga, Mas Jid masuk Masjid, Bang Jo lewat bangjo, Yuyu Kangkang kang kanggo Tunggangan dll. Berikut contoh pembentukan kata-demi kata dalam sistem penulisan lama / kuno :
Sumber :
Grup Sinau Nulis Jawa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar