Rabu, 06 Mei 2015

Aksara Kaganga, Perangkai Naskah dari Suku Rejang


Tinjauan


Penduduk Provinsi Bengkulu terdiri dari berbagai suku dengan berbagai bahasa yang belum tentu di mengerti oleh satu sama lain suku. Tapi perbedaan ini dileburkan oleh Bahasa Melayu yang menjadi bahasa utama di provinsi tersebut.

Salah satu suku bangsa tertua di Pulau Sumatera terdapat di sekitar Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu. Suku Rejang sendiri memiliki tiga dialek yang perbedaannya mencolok: dialek rejang curup, dialek rejang kepahiang, dan dialek rejang lebong. Perbedaan dikarenakan faktor geografis, faktor sosial, dan faktor psikologis dari Suku Rejang itu sendiri.


Tapi uniknya, mereka tidak hanya hidup dengan bahasa yang berbeda dari suku lainnya, namun juga dengan aksara yang berbeda. Aksara Kaganga namanya.

Asal muasal Kaganga diyakini sebagai turunan aksara Palawa yang berkembang sejak abad ke-12 dan 13. Media yang digunakan untuk menulis Kaganga adalah bilah-bilah bambu yang disebut gelumpai, rotan, kulit kayu, tanduk, batu, dan juga kertas. Isi naskah Kaganga antara lain hokum adat, pengobatan, doa, mantra, kisah kejadian, silsilah atau tembo, rejung, perambak bujang dan gadis, serta cerita rakyat.


Cara menulis Kaganga dari arah kiri kekanan, lalu dari sudut kiri bawah kekanan atas kecuali untuk huruf yang memiliki garis tegak lurus. Garis tersebut berukuran setengah dari tinggi huruf. Bentuk aksara berupa garis dan siku yang terdiri dari 28 grafem dan begitu melekat dengan vokal A, bunyinya: ka, ga, nga, ta, da, pa, ba, ma, sa, nya, ya, wa, ha, a, ra, mba, nda, dan masih banyak lagi.

Jadi ketika menulis kata yang membutuhkan awalan E,I,O dan U, Anda harus tetap menggunakan huruf A dengan merubah bunyinya.

Beberapa ahli bahasa mengklaim bahwa ada hubungan antara aksara ini dengan hieroglif Mesir dan bahasa ibrani. Istilah Kaganga sendiri di cetuskan oleh Mervyn A. Jaspan, antropolog Inggris yang menerbitkan buku Folk Literture of South Sumatera. Menurutnya, kaganga merupakan kerabat beberapa aksara yang tersebar di Sumatera sebelah selatan. Istilah asli yang digunakan oleh masyarakat di Sumatra sebelah selatan adalah Surat Ulu dan diperkirakan pernah digunakan oleh Kerajaan Sriwijaya.

Salah satu Surat Ulu yang ditemukan di Desa Padang Bulan, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, berisikan strategi perang melawan Belanda. Inilah sebabnya mengapa pewaris surat kerap menganggapnya sebagai benda pusaka. Untuk membukanya saja harus menyembelih ayam atau kambing.

Walaupun penggunaan Kaganga sudah terhenti pada abad ke-20, sampai saat ini aksara tersebut terus dilestarikan, dijadikan mata pelajaran muatan lokal bagi sekolah-sekolah dasar di kabupaten tersebut. Pengajarnya sendiri merupakan guru-guru asli Suku Rejang. Mempelajari Kaganga lebih mudah dari pada aksara Jawa karena grafemnya tidak memilki pasangan.

Sumber :
indonesia.travel

Tidak ada komentar:

Posting Komentar